Sabtu, 22 Juni 2013

KEBIJAKAN DEVIVEN




Pengertian Kebijakan Deviden

            kebijakan deniden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendapatan perusahaan. Kebijakan deviden (devident policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegamng saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Rasio pembayaran deviden (devident payout ratio) menetukan jumlah laba di bagi dalam bentuk deviden kas  dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan presentasi laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahhan berupa deviden kas.apabila laba perusahhan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai deviden menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek penting dari kebijakan deviden adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara pembayaran laba sebagai deviden dengan laba yang ditahan di perusahaan

Pendapat Kebiajakan Deviden
            Ada dua pendapat mengenai relavansi kebijakan deviden, yaitu pendapatan yang menyatakan bawha deviden tidak relavan dan pendapatan yang menyatakan bahwa deviden adalah relavan dalam kaitannya dengan kemakmuran pemegang saham.

A.    Pendapat Tentang Ketidakrelavanan Deviden (Irrelavant Theory)
            Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller. M&M memberikan argumentasi bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relavan. M&M menyatakan bahwa, deviden payout ratio (DPR) hanya merupakan bagian kecil dari kepetusan pendanaan perusahaan. DPR tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. M&M berargumentasi bahwa nilai perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba atau kebijakan investasi. Jadi dalam rangka membagi laba perusahaan menjadi deviden dan laba yang ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam hal ini M&M berasumsi bahwa adanya pasar modal sempurna, dimana tidak adanya biaya transaksi, biaya pengembangan dan tidak adanya pajak.

B.     Pendapat Tentang Relavansi Deviden (Relavant Theory)
            Pendapat ini coba membantah pendapat ketidakrelavanan pembayaran deviden. Sejumlah argumentasi diajukan untuk mendukung posisi yang kontrakdiksi yaitu bahwa deviden adalah relavan untuk kondisi yang tidak pasti. Dengan kata lain, para investor dapat dipengaruhi oleh kebijakan deviden. Pendapat ini terutama ditujukan untuk keadaan yang yang penuh ketidakpastian. Argumen argument tersebut antara lain:
1.      Preferensi atas deviden
            Para investor tertentu mungkin mempunyai pilihan deviden daripada keuntungan sebagai akibat perubahan harga saham (capital gain). Pembayaran deviden merupakan alternatif pemecahan dalam kondisi ketidakpastian para investor tentang kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) perusahaan. Deviden akan diterima saat ini dan terus menerus tiap tahun, sedangkan capital gain akan diterima untuk waktu yang akan datang jika harga saham naik. Dengan demikian perusahaan yang membayar deviden akan memecahkan ketidakpastian investor lebih awal dari perusahaan yang tidak membayar deviden.
2.      Pajak Atas Investor
            pajak memiliki banyak pengaruh yang berbeda beda. Karena pajak capital gain lebih kecil daripada pajak penghasilan deviden, maka perusahaan mungkin lebih menguntungkan untuk menahan laba tersebut. Sebaliknya apabila pajak penghasilan deviden lebih kecil daripada pajak capital gain, maka lebih menguntungkan bila perusahaan membayar deviden. Sedangkan mengenai perpajakan ini tergantung pada peraturan pajak di masing masing negara.

3.      Biaya Pengembangan
            Biaya pengembangan (floatation cost) adalah biaya yang berhubungan dengan penerbitan surat berharga, seperti biaya pertanggungan emisi, biaya konsultasi hukum, pendaftaran saham, dan percetakan. Ketidakrelavanan pembayaran deviden didasarkan pada pemikiran bahwa pada saat terdapat peluang investasi yang menguntungkan namun deviden tetap dibayarkan, maka dana yang dikeluarkan oleh perusahaan harus diganti dengan dana yang diperoleh dari pendapatan eksternal. Padahal dana eksternal tersebut menimbulkan biaya pengembangan, sehingga adanya biaya pengembangan menyebabkan keputusan menahan laba lebih baik daripada membayar deviden.
4.      Biaya Transaksi dan Pembagian Sekuritas
            Biaya transaksi yang terjadi didalam penjualan sekuritas (surat berharga) cenderung untuk menghambat proses arbitrasi. Para pemegang saham yang berkeinginan mendapat laba sekarang, harus membayar biaya transaksi bila menjual sahamnya untuk memenuhi distribusi kas yang mereka inginkan karena pembayaran devidennya kurang. Pasar yang sempurna juga mengasumsikan bahwa sekuritas dapat dibagi (divisible) secara tak terbatas. Namun kenyataannya bahwa unit sekuritas terkecil adalah satu lembar saham. Hal ini akan menjadi alat untuk menghindari penjualan saham sebagai pengganti deviden yang kurang. Sebaliknya para pemegang saham tidak menginginkan pembayaran deviden untuk tujuan konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa biaya transaksi dan masalah pembagian sekuritas tidak menguntungkan para pemegang saham.
5.      Pembatasan Institusional
            Hukum sekaran membatasi jenis jenis daham biasa yang boleh dibeli para investor institusional (lembaga) tertentu. Sering pemerintah melarang lembaganya untuk investasi saham pada perusahaan yang tidak memberikan deviden. Misalnya perusahaan auransi jiwa hanya boleh investasi saham yang selalu membayar deviden secara kontinyu. Untuk itu perusahaan yang selalu membagi labanya sebagai deviden, lebih disukai daripada perusahaan yang menahan labanya.

REFERENSI:

Dr. D. Harjito Agus, MSi., Drs. Martono, SU, Manajemen Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit EKONISIA, Yogyakarta, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar