Sabtu, 29 Juni 2013

BLSM Tidak Efektif


BLSM - Mulai pukul 08.00 WIB Kantor Pos di kota Balikpapan telah dipadati oleh ratusan warga miskin yang mengantri untuk menerima dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang sebabkan kenaikan BBMBersubsidi.

Untuk Pencairan hari pertama di kota Balikpapan baru ada tiga kecamatan yang ditujukan, yaitu Telaga Sari, Prapatan dan Klandasan. Di tempat kantor pos kota Balikpapan yang terletak Jalan Jenderal Sudirman ini, didirikan tenda – tenda agar para penerima bantuan bisa berlindung dari teriknya matahari ketika menunggu panggilan.

Pembagian BLSM dirasa juga tidak merata, contoh saja akan kejadian seorang warga miskin yang bernama Muhammade (71 tahun) seorang warga Klandasan RT 17 nomor 14 ini merasa sangat kecewa juga marah dengan para petugas dikarenakan namanya tidak terdaftar dalam KPS (Kartu Perlindungan Sosial)

“Saya hanya disuruh menunggu saja oleh petugas. Para petugas hanya melayani yang muda – muda saja. Saya lihat banyak orang dengan ekonomi cukup yang dapat bantuan ini, tapi saya orang yang sudah tua juga sakit – sakitan dan susah malah tidak dapat,” ujar salah seorang warga bernama Muhammade.

Terjadinya kesalahan pendataan oleh BPS yang dimana ini adalah badan yang ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat, memang juga diakui oleh Walikota Balikpapan, Rizal Effendi. Menurut dia banyak sekali temuan – temuan penerima BLSM yang tidak sesuai,  semisal orang yang tidak layak menerima namun menerima akan bantuan tersebut. Ini termasuk seorang Kepala Dinas Kebersihan kota Balikpapan bernama Roby Ruswanto.

“Coba pikir, masa Kepala Dinas Kebersihan aja dapat Kartu Perlindungan Sosial (KPS) guna untuk mencairkan BLSM. Oleh sebab itu saya menghimbau agar para masyarakat yang telah menerima uang tersebut dan itu dirasa tidak layak untuk menerimanya, agar bisa dikembalikan. Supaya yang layak mendapatkannya bisa merasakannya juga akan bantuan pemerintah tersebut. Kita harus belajar ikhlas,” kata Walikota Balikpapan

Rizal juga menambahkan, bahwasanya ada ribuan orang yang tidak layak untuk bisa merasakan bantuan dari pemerintah tersebut. Ini terjadi karena pendataan yang dilakukan BPS tidak akurat, karena perbedaan indikator untuk menilai warga yang memang membutuhkan. Sehingga para warga yang seharusnya mendapatkan menjadi tidak mendapatkan  KPS.

“Terlihat juga ada oknum PNS, TNI, dan juga nama pengusaha masuk ke dalam daftar penerima tersebut. Untuk kedepannya nanti ini menjadi koreksi bagi BPS,” jelas dia 

SUMBER

http://obrolanekonomi.blogspot.com/2013/06/blsm-tidak-efektif-pns-dan-tni-juga.html

UNTUNG RUGINYA MENALANGI BANK CENTURY



Bank Century pada awalnya didirikan oleh Robert Tantular dengan nama Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC) pada tahun 1989. Kemudian Bank CIC ini mulai beroperasi sebagai Bank Umum dan pada tahun 1993 berubah menjadi Bank Devisa. Pada tahun 1997 Bank Century menjadi Bank Publik dan saham Bank CIC mulai diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Pada tahun 1999 dan 2000 Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas (right issue) pertama dan kedua.
Selanjutnya tahun 2002 auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal (CAR) Bank CIC yang jatuh hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar 2,67 triliun. Lalu pada akhir 2002 Bank Indonesia mengumumkan bahwa Bank CIC Internasional masuk dalam daftar pengawasan khusus karena rasio kecukupan modalnya tersisa 5,29% dan ini berarti di bawah batas CAR yang di ambang sehat yakni 8%.
Hingga akhirnya pada tahun 2004 dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang menyetujui adanya penggabungan usaha (merger) melalui peleburan Bank Danpac dan Bank Pikko ke Bank CIC. Setelah penggabungan tersebut, nama ketiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk (Bank Century) dan Bank Century resmi beroperasi.
Permasalahan Bank Century muncul sejak akusisi-merger yang tidak dilakukan berdasar persyaratan dan undang-undang yang berlaku. Merger bahkan melanggar aturan perundang-undangan, sarat penipuan, dan tindak money laundering oleh pengurus bank. Praktik itu (penipuan, money laundering, dll) terus menerus terjadi berkaitan lemahnya pengawasan Bank Indonesia yang bahkan memberikan kemudahan-kemudahan yang berlebihan. Keputusan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ke Bank Century adalah wewenang Bank Indonesia sesuai Perppu 2/2008 untuk mencegah ketidakstabilan perekonomian. Terdapat penyalahgunaan wewenang dalam mekanismenya. Penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang ditenggarai berdampak sistemik berdasar Perppu 4/2008 untuk mencegah Indonesia dari krisis ekonomi sebagai dampak krisis global.
Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan bahwa Bank Century gagal berdampak sistemik adalah untuk menyelamatkan sistem keuangan dan perbankan nasional. Terdapat indikasi kuat bahwa penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak disertai data-data akurat dan tidak disertai prinsip kehati-hatian. Namun itu dapat dipahami karena keputusan dilakukan di saat krisis. Di tahap pemberian Penyertaan Modal Sementara masih terjadi perdebatan mengenai kerugian negara yang muncul.

Lalu Apa Untung Runginya Menalangi Bank Century 

Kegaduhan kasus Bank Century mulai menciptakan ”derivasi”, melebar ke mana-mana. Tulisan di The Wall Street Journal (Indonesian minister defends bailout, 10/12/2009), mengutip pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, ”investigasi atas kasus penyelamatan Bank Century sebesar 700 juta dollar AS bermotif politik”, menuai kritik tajam dari para politisi. Untuk menuliskan lagi, mengapa kebijakan penyelamatan Bank Century sudah benar. Selain dilakukan saat perekonomian Indonesia terimbas turbulensi krisis finansial global, juga mencoba membuat perhitungan sederhana tentang opsi yang ada.
Menurut Tony, ada tiga scenario dibalik penanganan kasus Century. Ada tiga skema yang bisa dihitung, yaitu: Pertama, yang sudah terjadi, Century diselamatkan (di-bailout) saat pemerintah tidak menjamin dana nasabah bank 100 persen. Ongkosnya, Rp 6,7 triliun. Kedua, berapa ongkosnya jika Century tidak diselamatkan dan kita tidak memiliki blanket guarantee? Kita bisa perkirakan ongkos langsung, yakni biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan dana nasabah maksimal Rp 2 miliar per rekening. Sebelum terkena krisis, aset Century sekitar Rp 14 triliun, dengan dana pihak ketiga (simpanan masyarakat) sekitar Rp 9 triliun.
Dengan asumsi ada nasabah yang memiliki Rp 2 triliun (versi lain mengatakan Rp 1,5 triliun), dan beberapa nasabah lain simpanannya di atas Rp 2 miliar per rekening, maka dana yang harus diberikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) taruhlah Rp 6 triliun. Ketiga, jika Century tidak diselamatkan, tetapi kita memiliki blanket guarantee. Skema ini mudah dihitung. LPS harus mengeluarkan biaya kira-kira sebesar seluruh simpanan masyarakat, sekitar Rp 9 triliun. Ternyata mahal juga dalam skala perhitungan nasional, woww.
Dari ketiga skema itu, penyelamatan Century seharga Rp 6,7 triliun masih lebih murah daripada dua skema lainnya. Masalahnya, masih banyak orang berpikir lain, sesuai imajinasi dan keyakinan masing- masing. Biaya LPS Rp 6,7 triliun, yang mestinya dibandingkan dengan dua skema lain itu, atau dibandingkan dengan aset total sektor perbankan kita Rp 2.400 triliun dan kini dalam keadaan stabil, atau dana masyarakat di bank Rp 1.800 triliun, tetap saja dituding mahal. Jika angka ini dibandingkan dengan berapa nasi bungkus yang bisa dibeli untuk penduduk miskin, menjadi amat fantastis dan dramatis. Kasus Century terjadi pada pertengahan November dan situasinya memang menyulitkan pemerintah untuk menutup Bank Century karena sedang dibawah tekanan krisis global. Menurut Tony, kasus century disebabkan oleh buruknya integritas pemilik dan bankirnya, tetapi hal ini sulit dipisahkan dari kondisi krisisi global. Pengaruh krisis global sangat mencekam, sehingga jika Century ditutup akan berdampak menular dan kerugian yang amat besar.

Kesimpulan

Perlu dilakukan proses hukum ke manajemen Bank Century, termasuk mengambil langkah hukum ke pejabat BI yang diduga ikut melakukan tindak pidana. Pelanggaran pelaksanaan pemberian FPJP perlu ditindaklanjuti penegak hukum bila terdapat indikasi tindak pidana.Meminta DPR melakukan revisi perundang-undangan terkait sektor moneter dan fiskal. Pemerintah dan DPR harus membentuk UU Otoritas Jasa Keuangan demi independensi lembaga keuangan dan UU Jaring Pengaman Sektor Keuangan sebagai dasar yuridis pemerintah untuk mengambil kesimpulan di saat krisis.
BI harus memperbaiki aturan internal untuk meminimalisi penyalahgunaan wewenang oleh pejabatnya. Pemerintah perlu membentuk tim pemburu aset yang diambil secara tidak sah oleh pelaku tindak pidana. Upaya tersebut perlu dilaporkan ke DPR. Dan dalam penanganannya dilakukan dengan sistematis dan dengan prinsip kehati-hatian, sehingga bisa berdampak positif bagi perekonomian kita sendiri.


SUMBER


http://id.wikipedia.org/wiki/Panitia_Khusus_Hak_Angket_Bank_Century
http://nasional.kompas.com/read/2009/12/14/03082155/
http://id.wikipedia.org/w/index.php?search=kasus+bank+century&title=Istimewa%3A

Sabtu, 22 Juni 2013

Mengapa Korupsi Sulit Diberantas Di Indonesia



Latar Belakang

         Kautilya seorang Perdana Menteri di India pernah menulis dalam bukunya yang berjudul “Arthastra” yang membahas korupsi lebih dari 2000 tahun yang lalu. Kalimatnya yang sangat terkenal dan cukup banyak dikutip, “Just as it is impossible not to taste the honey (or the poison) that finds itself at the tip of the tongue, so it is impossible for a government servant not to eat up, at least, a bit of the king’s revenue.”
         Korupsi diambil dari bahasa Latin yakni corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.  Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur perbuatan melawan hokum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
         Tindakan korupsi di Indonesia sudah mulai muncul pada era sebelum Indonesia merdeka. Tindakan ini tiada hentinya sampai sekarang, dan pada dahulunya korupsi muncul didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Jika kita melihat sejarah negara Indonesia dimana pada masa sistem kerajaan, banyak di suatu kerajaan yang saling merebut kekuasaan di kerajaan itu, salah satunya yaitu di kerajaan Singosari terjadi perebutan kekuasaan sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekuasaan hingga terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia. Pada masa kolonialisme, Belanda memahami betul akar dari tindakan korupsi yang tumbuh subur pada bangsa Indonesia, maka melalui politik “Devide et Impera” mereka dengan mudah menaklukkan Nusantara.
         Namun, bagaimanapun juga sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada berakhir, serta berintegrasi seperti sekarang. Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris belum mengenal atau belum memahaminya. Jika kita lihat dari sejarahnya sampai keadaan sekarang bahwa tindakan korupsi itu sudah merupakan tradisi atau budaya bagi warga Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Korupsi sudah seperti kebiasaan bagi rakyat Indonesia dan sudah membaur dalam kehidupan sosial masyarakat. Tetapi korupsi ini menjadi lawan berat bagi masyarakat sendiri hingga sampai saat ini karena berdampak besar terhadap kehidupan.
         Permasalahan korupsi memang bukan hal yang baru bagi kita sekarang. Banyak cerita sejarah yang bisa dibaca dan dituliskan bahwa korupsi itu selalu ada dalam setiap pemerintahan. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Banyak Team atau Lembaga dibentuk untuk memberantas korupsi, mulai dari tahun 1957 an sampai masa pemerintahan SBY-Budiono sekarang ini. Banyak peraturan dilahirkan untuk memberantas korupsi, tetapi Indonesia tetap tercatat sebagai salah satu Negara yang sangat korup di dunia. Dalam catatan Transparansi Internasional misalnya, sejak tahun 1998 Indonesia termasuk Negara yang meraih posisi 10 besar Negara terkorup di dunia. Masalah korupsi barangkali telah sama sejarahnya dengan sejarah manusia itu sendiri. Demikian pula perjuangan untuk menentangnya, juga tidak kurang lamanya dalam sejarah manusia itu. Namun korupsi dalam bentuk dan ruang lingkupnya seperti sekarang ini, dengan bentuk, rupa, dan cara yang kita hadapi sekarang ini, mungkin belum pernah ada dalam sejarah umat manusia sebelumnya. Sekarang, korupsi dapat menjatuhkan sebuah rezim dan bahkan juga dapat menyengsarakan suatu bangsa.

Alasan Korupsi Sulit Diberantas

         Hampir tidak akan ada orang yang akan mengatakan setuju terhadap praktek korupsi, karena sangat bertentangan dengan segala nilai luhur yang dimiliki manusia. Memang, masih ada orang yang dapat memahami gejala korupsi itu, apabila kita memandangnya dari segi gaji resmi pegawai negeri yang amat tidak mencukupi, sehingga mereka menghalalkan cara-cara lain untuk bisa menutup kebutuhan-kebutuhan tersebut. Nah mungkin inilah yang menjadi salah satu factor penyebab korupsi sulit di berantas di Indonesia. Dan factor factor lain penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut:
            1.      Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat.
         Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
         2.      Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
         Korupsi sudah membudaya di masyarakat Indonesia, sehingga saat politik membicarakan korupsi masyarakatpun menjadi acuh tak acuh dalam hal ini.
         3.      Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi.
         Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya
         4.      Sifat Tamak Manusia.
         Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskinatau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
         5.      Sistim Akuntabilitas yang Benar di Instansi  yang Kurang Memadai.
         Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

Upaya Pencegahan Korupsi

         1.      Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
         2.      Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
         3.      Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
         4.      Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
         5.      Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
         6.      Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
         7.      Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
         8.      Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

         Dalam hal pencegahan ini masyarakat juga harus berperan aktif dalam masalah ini, seperti melakukan hal hal dibawah ini,
         1.      Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
         2.      Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
         3.      Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
         4.      Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
         5.      Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

Kesimpulan

         Meningkatnya tindakan korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian secara umum. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat. Dengan melihat maraknya tindak korupsi di Indonesia perlu bagi kaum muda maupun masyarakat luas menanamkan nilai-nilai anti korupsi.
         Nilai-nilai anti korupsi yang perlu ditanamkan pada kaum muda meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik, Sehingga korupsi dapat lebih mudah untuk diberantas, dan  kita dapat mempermudah perwujudtan dari Negara kita Indonesia yang berisikan mensejaterakan masyarakat luas.

SUMBER:


KEBIJAKAN DEVIVEN




Pengertian Kebijakan Deviden

            kebijakan deniden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendapatan perusahaan. Kebijakan deviden (devident policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegamng saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Rasio pembayaran deviden (devident payout ratio) menetukan jumlah laba di bagi dalam bentuk deviden kas  dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan presentasi laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahhan berupa deviden kas.apabila laba perusahhan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai deviden menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek penting dari kebijakan deviden adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara pembayaran laba sebagai deviden dengan laba yang ditahan di perusahaan

Pendapat Kebiajakan Deviden
            Ada dua pendapat mengenai relavansi kebijakan deviden, yaitu pendapatan yang menyatakan bawha deviden tidak relavan dan pendapatan yang menyatakan bahwa deviden adalah relavan dalam kaitannya dengan kemakmuran pemegang saham.

A.    Pendapat Tentang Ketidakrelavanan Deviden (Irrelavant Theory)
            Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller. M&M memberikan argumentasi bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relavan. M&M menyatakan bahwa, deviden payout ratio (DPR) hanya merupakan bagian kecil dari kepetusan pendanaan perusahaan. DPR tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. M&M berargumentasi bahwa nilai perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba atau kebijakan investasi. Jadi dalam rangka membagi laba perusahaan menjadi deviden dan laba yang ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam hal ini M&M berasumsi bahwa adanya pasar modal sempurna, dimana tidak adanya biaya transaksi, biaya pengembangan dan tidak adanya pajak.

B.     Pendapat Tentang Relavansi Deviden (Relavant Theory)
            Pendapat ini coba membantah pendapat ketidakrelavanan pembayaran deviden. Sejumlah argumentasi diajukan untuk mendukung posisi yang kontrakdiksi yaitu bahwa deviden adalah relavan untuk kondisi yang tidak pasti. Dengan kata lain, para investor dapat dipengaruhi oleh kebijakan deviden. Pendapat ini terutama ditujukan untuk keadaan yang yang penuh ketidakpastian. Argumen argument tersebut antara lain:
1.      Preferensi atas deviden
            Para investor tertentu mungkin mempunyai pilihan deviden daripada keuntungan sebagai akibat perubahan harga saham (capital gain). Pembayaran deviden merupakan alternatif pemecahan dalam kondisi ketidakpastian para investor tentang kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) perusahaan. Deviden akan diterima saat ini dan terus menerus tiap tahun, sedangkan capital gain akan diterima untuk waktu yang akan datang jika harga saham naik. Dengan demikian perusahaan yang membayar deviden akan memecahkan ketidakpastian investor lebih awal dari perusahaan yang tidak membayar deviden.
2.      Pajak Atas Investor
            pajak memiliki banyak pengaruh yang berbeda beda. Karena pajak capital gain lebih kecil daripada pajak penghasilan deviden, maka perusahaan mungkin lebih menguntungkan untuk menahan laba tersebut. Sebaliknya apabila pajak penghasilan deviden lebih kecil daripada pajak capital gain, maka lebih menguntungkan bila perusahaan membayar deviden. Sedangkan mengenai perpajakan ini tergantung pada peraturan pajak di masing masing negara.

3.      Biaya Pengembangan
            Biaya pengembangan (floatation cost) adalah biaya yang berhubungan dengan penerbitan surat berharga, seperti biaya pertanggungan emisi, biaya konsultasi hukum, pendaftaran saham, dan percetakan. Ketidakrelavanan pembayaran deviden didasarkan pada pemikiran bahwa pada saat terdapat peluang investasi yang menguntungkan namun deviden tetap dibayarkan, maka dana yang dikeluarkan oleh perusahaan harus diganti dengan dana yang diperoleh dari pendapatan eksternal. Padahal dana eksternal tersebut menimbulkan biaya pengembangan, sehingga adanya biaya pengembangan menyebabkan keputusan menahan laba lebih baik daripada membayar deviden.
4.      Biaya Transaksi dan Pembagian Sekuritas
            Biaya transaksi yang terjadi didalam penjualan sekuritas (surat berharga) cenderung untuk menghambat proses arbitrasi. Para pemegang saham yang berkeinginan mendapat laba sekarang, harus membayar biaya transaksi bila menjual sahamnya untuk memenuhi distribusi kas yang mereka inginkan karena pembayaran devidennya kurang. Pasar yang sempurna juga mengasumsikan bahwa sekuritas dapat dibagi (divisible) secara tak terbatas. Namun kenyataannya bahwa unit sekuritas terkecil adalah satu lembar saham. Hal ini akan menjadi alat untuk menghindari penjualan saham sebagai pengganti deviden yang kurang. Sebaliknya para pemegang saham tidak menginginkan pembayaran deviden untuk tujuan konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa biaya transaksi dan masalah pembagian sekuritas tidak menguntungkan para pemegang saham.
5.      Pembatasan Institusional
            Hukum sekaran membatasi jenis jenis daham biasa yang boleh dibeli para investor institusional (lembaga) tertentu. Sering pemerintah melarang lembaganya untuk investasi saham pada perusahaan yang tidak memberikan deviden. Misalnya perusahaan auransi jiwa hanya boleh investasi saham yang selalu membayar deviden secara kontinyu. Untuk itu perusahaan yang selalu membagi labanya sebagai deviden, lebih disukai daripada perusahaan yang menahan labanya.

REFERENSI:

Dr. D. Harjito Agus, MSi., Drs. Martono, SU, Manajemen Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit EKONISIA, Yogyakarta, 2011