Proses Interaksi Sosial Berbentuk
Akomodasi
Interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial. Dalam
suatu kehidupan masyarakat sosial manusia melakukan berbagai macam bentuk
interaksi sosial. Melalui kontak sosial dan komunikasi seseorang dapat
dikatakan melakukan suatu interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan suatu
hubungan antar individu yang bersifat timbal balik satu sama lain.
Ada berbagai macam proses interaksi sosial dalam masyarakat, salah
satunya proses akomodasi. Yang menitik beratkan kepada adapatsi individu pada
suatu proses dimana makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Tujuan dari proses akomodasi berbeda berdasarkan situasi yang dihadapinya.
Akmodasi dibagi menjadi berbagai bentuk.
•
TUJUAN DARI TULISAN INI
•
Mengetahui pengertian dari akomodasi
•
Mengetahui tujuan dari akomodasi
•
Mengetahui bentuk-bentuk dari akomodasi
•
Mengetahui hasil dari proses akomodasi
•
Memahami contoh kasus dalam bentuk akomodasi
•
PEMBAHASAN
•
Pengertian
Akomodasi
Istilah akomodasi dipergunakan dalam
dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu
proses. akomodai yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu
keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi diantara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma norma dan nilai nilai
sosial yang berlaku didalam masyarakat. sebagai suatu proses, akomodasi
menunjuk pada menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
•
Tujuan
Akomodasi
•
Untuk
mengurangi konflik antar individu atau kelompok sebagai akibat perbedaan paham.
Sehingga akomodasi disini bertujuan untuk mendapatkan suatu sintesa antara
kedua kedua pendapat tersebut agar memperoleh suatu pola baru.
•
Untuk
mencegah meledaknya konflik
•
Kerjasama
antar kelompok-kelompok sosial yang saling terpisah.
•
Mengusahakan
peleburan antar kelompok-kelompok sosial yang terpisah. Seperti dengan
perkawinan campuran atau asimilasi.
•
Bentuk-Bentuk
Akomodasi
•
Coercion,
yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
Hal ini terjadi disebabkan salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah
sekali bila dibandingkan dengan pihak lawan.
•
Compromise,
yaitu suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing
mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian terhadap suatu konflik
yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise adalah sikap untuk bersedia
merasakan dan mengerti keadaan pihak lain.
•
Arbitration,
yaitu cara mencapai compromise dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang
dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berkedudukannya lebih dari
pihak-pihak yang bertikai.
•
Mediation,
yaitu cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang
netral. Pihak ketiga ini hanyalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai
yang sifatnya hanya sebagai penasihat. Sehingga pihak ketiga ini tidak
mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan-keputusan penyelesaian yang
mengikat secara formal.
•
Conciliation,
yaitu suatu usaha mempertemukan
keinginan-keinginan pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai persetujuan
bersama.
•
Tolerantion,
sering juga dinamakan toleran-participation yaitu suatu bentuk
akomodasi tanpa adanya persetujuan formal.
•
Statlemate,
adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai atau berkonflik
karena kekuatannya seimbang kemudian berhenti pada suatu titik tertentu untuk
tidak melakukan pertentangan. Dalam istilah lain dikenal dengan “Moratorium”
yaitu kedua belah pihak berhenti untuk tidak saling melakukan pertikaian.
Namun, moratorium bisa dilakukan antara dua belah pihak yang kurang seimbang
kekuatannya.
•
Adjudication,
adalah suatu bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan.
Kedelapan bentuk akomodasi diatas bisa dipilih untuk dilakukan
dalam menyelesaikan konflik di masyarakat yang sangat beragam. Hal ini
diperlukan agar proses konflik khususnya yang terjadi pada
masyarakat dengan tingkat kemajemukan tinggi seperti Indonesia, tidak bisa
mengarah pada situasi disintegrasi bangsa.
•
Hasil
Dari Proses Akomodasi
•
Akomodasi
dan Integrasi masyarakat ; telah dicontohkan oleh bangsa Norandia, yang
menaklukkan inggris pada tahun 1066, yang telah memaksakan kebudayaan baru
terhadap penduduk inggris akan bahasa, sistem feodalisme, hukum dan seterusnya
diganti, dalam prosesnya terjadi perkawinan campuran kemudian banyak orang
inggris yang mendapat kedudukan baru yang tinggi, hal tersebut berhasil
mengurangi kesenjangan antar penjajah dan yang dijajah.
•
Menekan
oposisi, dengan kata lain persaingan yang berlangsung sengaja untuk menekan
pihak lain dengan menurunkan harga, sehingga harga pasar ikut turun dan
memudahkan masyarkat untuk memperolehnya.
•
Koordinasi
berbagai kepribadian yang berbeda karena alasan politik, dimana bekas saingan
diajak bergandengan tangan demi menjaga kestabilan dan keamanan bangsa dan
negara.
•
Perubahan
lembaga kemasyarakatan karena penyesuaian dengan keadaan.
•
Perubahan-perubahan
menyebabkan banyak kedudukan goyah dan jatuh dengan akomodasi beberapa
kedudukan baru terwujud dan menggantikan yang jatuh tersebut.
•
Akomodasi
membuka jalan kepada Asimilasi, masyarakat india pada kasta rendah secara sadar
dan tidak sadar mengadakan Sankritization =
pengambilan sistem kepercayaan,upacara dan tingkah laku yang biasa dilakukan
kasta yang lebih tinggi.
•
Contoh
Kasus Akomodasi
•
Coercion
Pemerintah RI kewalahan dalam memberikan perlindungan kepada para tenaga
kerja Indonesia (TKI) akibat aksi-aksi yang melanggar hak azasi manusia dan
tidak manusiawi. Penganiayaan dan pembunuhan terhadap sejumlah TKI di luar
negeri, khususnya di Arab Saudi dan Malaysia, bukan rahasia umum lagi.
Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap pekerja migran Indonesia
membuat pemerintah RI tampak lemah dalam mengatasi permasalahan hingga para TKI
yang bermasalah tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya. Para majikan
memperbudak, menganiaya, memerkosa dan bahkan membunuh sejumlah warga negara
Indonesia yang dipekerjakan. Bahkan, praktik perdagangan manusia pun menjadi
bagian dari beberapa kasus
utama yang menimpa para TKI.
•
Compromise
Kompromi
antara sejumlah partai politik untuk berbagi kekuasaan sesuai dengan suara yang
diperoleh masing-masing.
•
Arbitration
Konflik
antara buruh dan pengusaha dengan bantuan suatu badan penyelesaian perburuan
Depnaker sebagai pihak ketiga.
•
Mediation
Organisasi
PBB yang hadir sebagai penengah atau mediator dalam setiap masalah
internasional yang terjadi di dunia.
•
Conciliation
Pertemuan
beberapa partai politik di dalam lembaga legislatif (DPR) untuk duduk bersama
menyelesaikan perbedaan-perbedaan sehingga dicapai kesepakatan bersama.
•
Tolerantion
Beberapa
orng atau kelompok menyadari akan pihak lain dalam rangka menghindari
pertikaian. Dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “tepa selira” atau
tenggang rasa agar hubungan sesamanya bisa saling menyadari kekurangan diri
sendiri masing-masing.
•
Statlemate
beberapa
orang atau kelompok yang sedang bertikai berhenti dengan sendirinya tanpa
proses penyelesaian masalah, karena masing masing kelompok telah mengetahui
kekuatan dari lawannya dimana kekuatan masing masing kelompok mempuyai kekuatan
yang sama.
•
Adjudication
konflik
antara suatu kelompok yang terjadi dalam masyarakat, yang penyelesain
konfliknya melalui pengadilan.
kronologis kejadian
Kalimantan
merupakan pulau terluas kedua di Indonesia yang luasnya hampir ⅔ dari wilayah
Indonesia (dengan luas wilayah 743.330 km²), dan terletak di sebelah utara
Pulau Jawa dan di sebelah barat pulau Sulawesi. Secara keseluruhan pulau yang
disebut Borneo ini terbagi atas 3 (tiga) wilayah, yaitu Brunei, Indonesia dan
Malaysia.
Kota
Tarakan yang terkenal dengan nama “Bumi Paguntaka” memiliki karakteristik
masyarakat yang majemuk, karena terdiri atas sejumlah suku bangsa dan etnis
yang hidup saling berdampingan dalam suasana kebudayaan umum-lokal, namun tetap
mempertahankan identitas sosial-budayanya. Penduduk asli Kota Tarakan itu
sendiri adalah suku Tidung, yang wilayah aslinya berada di bagian utara Kaltim
dan Sabah (Malaysia). Namun kemajemukan masyarakat di Kota Tarakan, menimbulkan
dampak negatif, salah satunya konflik antar etnis yang berbeda pada tanggal 26
September 2010. Kerusuhan ini bermula dari kisruh dua orang. Tapi berlanjut
menjadi konflik dua etnis dengan perang terbuka dan korban tewas jatuh dari
kedua belah pihak. Persoalan bukan antar suku tapi sebagai individu. Konflik di
Tarakan terjadi antara 2 kelompok warga. Akibat peristiwa itu seorang warga,
Abdullah (50), tewas terkena tusukan senjata tajam. Sebanyak 9 warga lainnya
diamankan Polres Tarakan. Peristiwa itu dipicu perselisihan antar 2 kelompok
anak muda yang berujung bentrok ratusan orang warga dimana telah terjadi
penyerangan ke pemukiman di Tidung kota Tarakan. Massa yang datang menyerbu
masuk dari arah pantai, daerah Selumit lalu menyerbu ke pemukiman warga.
Di daerah Selumit dijaga ketat petugas Garnisun dan TNI Angkatan Laut. Kota Tarakan lumpuh total. Toko-toko, rumah, pusat perbelanjaan ditutup. Warga ketakutan karena bentrok kembali terjadi dan dikhawatirkan meluas. Ribuan pengungsi korban konflik etnis di Tarakan terus memadati markas TNI .Mereka tersebar antara lain di Markas Batalion Infanteri 163/Raja Alam, Markas TNI Angkatan Udara, dan Markas TNI Angkatan Laut. Selain juga di kantor-kantor Polri seperti Mapolsek, Mapolres, dan Kantor unit satuan lantas Polres Tarakan. Pada konflik tersebut, resolusi konflik terjadi setelah semua pihak terutama para Muspida dan tokoh masyarakat melakukan pertemuan. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta sejumlah pejabat pemerintahan, berhasil mendamaikan dua kelompok warga yang bertikai di Tarakan. Kesepakatan damai itu tercapai dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan di ruangan rapat VIP Bandara Internasional Juwata. Dalam kesepakatan tersebut, Fokum Komunikasi Rumpun Tidung (FKRT) bertindak sebagai pihak pertama dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sebagai pihak kedua, menyepakati sepuluh butir perdamaian. Dalam perundingan kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Yancong mewakili KKSS dan Sabirin Sanyong mewakili FKRT. Inti kesepakatan adalah kedua belah pihak mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama harmonis demi kelanjutan pembangunan Kota Tarakan. Kedua belah pihak memahami bahwa apa yang terjadi merupakan murni tindak pidana dan merupakan persoalan individu. Selanjutnya, disepakati pembubaran konsentrasi massa di semua tempat, sekaligus melarang dan atau mencegah penggunaan senjata tajam dan senjata lainnya di tempat-tempat umum. Selain itu, masyarakat yang berasal dari luar Kota Tarakan yang berniat membantu penyelesaian perselisihan agar segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1 kali 24 jam. Sedangkan para pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing, difasilitasi Pemkot Tarakan dan aparat keamanan. Apabila kesepakatan damai dilanggar, aparat akan mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan. Usai penandatangan kesepakatan, seluruh pihak yang terlibat langsung melakukan sosialisasi ke kelompok yang bertikai .
Di daerah Selumit dijaga ketat petugas Garnisun dan TNI Angkatan Laut. Kota Tarakan lumpuh total. Toko-toko, rumah, pusat perbelanjaan ditutup. Warga ketakutan karena bentrok kembali terjadi dan dikhawatirkan meluas. Ribuan pengungsi korban konflik etnis di Tarakan terus memadati markas TNI .Mereka tersebar antara lain di Markas Batalion Infanteri 163/Raja Alam, Markas TNI Angkatan Udara, dan Markas TNI Angkatan Laut. Selain juga di kantor-kantor Polri seperti Mapolsek, Mapolres, dan Kantor unit satuan lantas Polres Tarakan. Pada konflik tersebut, resolusi konflik terjadi setelah semua pihak terutama para Muspida dan tokoh masyarakat melakukan pertemuan. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta sejumlah pejabat pemerintahan, berhasil mendamaikan dua kelompok warga yang bertikai di Tarakan. Kesepakatan damai itu tercapai dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan di ruangan rapat VIP Bandara Internasional Juwata. Dalam kesepakatan tersebut, Fokum Komunikasi Rumpun Tidung (FKRT) bertindak sebagai pihak pertama dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sebagai pihak kedua, menyepakati sepuluh butir perdamaian. Dalam perundingan kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Yancong mewakili KKSS dan Sabirin Sanyong mewakili FKRT. Inti kesepakatan adalah kedua belah pihak mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama harmonis demi kelanjutan pembangunan Kota Tarakan. Kedua belah pihak memahami bahwa apa yang terjadi merupakan murni tindak pidana dan merupakan persoalan individu. Selanjutnya, disepakati pembubaran konsentrasi massa di semua tempat, sekaligus melarang dan atau mencegah penggunaan senjata tajam dan senjata lainnya di tempat-tempat umum. Selain itu, masyarakat yang berasal dari luar Kota Tarakan yang berniat membantu penyelesaian perselisihan agar segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1 kali 24 jam. Sedangkan para pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing, difasilitasi Pemkot Tarakan dan aparat keamanan. Apabila kesepakatan damai dilanggar, aparat akan mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan. Usai penandatangan kesepakatan, seluruh pihak yang terlibat langsung melakukan sosialisasi ke kelompok yang bertikai .
Analisa
Kelompok
Jika dilakukan analisa yang mendalam mengenai resolusi konflik pada kasus kerusuhan Tarakan ini, maka kita akan melihat bagaimana wujud penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara kompromi dan perundingan. Sebagaimana kita ketahui, manajemen penyelesaian konflik dengan cara ini merupakan bentuk penyelesaian konflik di mana masing-masing pihak tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah (neither win-win nor lose-lose approach). Pihak yang terlibat saling memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua pihak mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan kehilangan tetapi tidak seluruhnya. Kesepakatan yang dicapai antara kedua pihak melalui point kesepahaman dalam butir-butir perundingan tersebut menunjukkan terjadinya kelonggaran dan konsesi dari para pihak yang berkonflik. Tidak ada pemenang antara pihak FKRT maupun KKSS.
Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh pihak Muspida baik dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati dan Pemda setempat serta unsur Kepolisian dan TNI, dalam mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai dapat kita simpulkan bahwa hal tersebut adalah model penyelesaian konflik dalam bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR). Alternative Dispute Resolution (ADR),cara ini dikenal dengan istilah musyawarah untuk mufakat. Model resolusi konflik ini merupakan cara dimana terdapat alternatif penyelesaian konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang berperan di sekitar mereka. Bisa dari tokoh masyarakat juga dari aparat dan pada kasus perdamaian antara FKRT dan KKSS pihak ketiga adalah para Muspida. Penyelesaian dengan model ini memang tidak menjamin akan terjadinya penuntasan, karena benih-benih pertikaian sudah terlanjur pecah. Akan tetapi, model penyelesaian konflik dengan ADR ini merupakan wujud win-win solution yang paling baik untuk diterapkan pada kasus kerusuhan Tarakan ini.
Jika dilakukan analisa yang mendalam mengenai resolusi konflik pada kasus kerusuhan Tarakan ini, maka kita akan melihat bagaimana wujud penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara kompromi dan perundingan. Sebagaimana kita ketahui, manajemen penyelesaian konflik dengan cara ini merupakan bentuk penyelesaian konflik di mana masing-masing pihak tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah (neither win-win nor lose-lose approach). Pihak yang terlibat saling memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua pihak mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan kehilangan tetapi tidak seluruhnya. Kesepakatan yang dicapai antara kedua pihak melalui point kesepahaman dalam butir-butir perundingan tersebut menunjukkan terjadinya kelonggaran dan konsesi dari para pihak yang berkonflik. Tidak ada pemenang antara pihak FKRT maupun KKSS.
Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh pihak Muspida baik dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati dan Pemda setempat serta unsur Kepolisian dan TNI, dalam mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai dapat kita simpulkan bahwa hal tersebut adalah model penyelesaian konflik dalam bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR). Alternative Dispute Resolution (ADR),cara ini dikenal dengan istilah musyawarah untuk mufakat. Model resolusi konflik ini merupakan cara dimana terdapat alternatif penyelesaian konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang berperan di sekitar mereka. Bisa dari tokoh masyarakat juga dari aparat dan pada kasus perdamaian antara FKRT dan KKSS pihak ketiga adalah para Muspida. Penyelesaian dengan model ini memang tidak menjamin akan terjadinya penuntasan, karena benih-benih pertikaian sudah terlanjur pecah. Akan tetapi, model penyelesaian konflik dengan ADR ini merupakan wujud win-win solution yang paling baik untuk diterapkan pada kasus kerusuhan Tarakan ini.
III.
PENUTUP
kesimpulan
Konflik sosial yang terjadi pada kasus Tarakan Kalimantan Timur ini merupakan satu dari sekian banyak contoh kasus kerusuhan yang menimbulkan banyak korban jiwa. Penyelesaian konflik Tarakan yang relatif cepat dan tepat ini merupakan wujud resolusi konflik yang positif. Kedua belah pihak yang bertikai dapat didamaikan dengan tanpa pertumpahan darah yang semakin membesar lagi. Model penyelesaian konflik yang dilakukan dengan bentuk Alternative Dispute Resolution berjalan dengan sangat baik. Peranan pihak ketiga dalam mempertemukan kedua pihak yang bertikai dan membuat kesepakatan perdamaian dinilai sebagai sebuah langkah yang jitu.
Konflik sosial yang terjadi pada kasus Tarakan Kalimantan Timur ini merupakan satu dari sekian banyak contoh kasus kerusuhan yang menimbulkan banyak korban jiwa. Penyelesaian konflik Tarakan yang relatif cepat dan tepat ini merupakan wujud resolusi konflik yang positif. Kedua belah pihak yang bertikai dapat didamaikan dengan tanpa pertumpahan darah yang semakin membesar lagi. Model penyelesaian konflik yang dilakukan dengan bentuk Alternative Dispute Resolution berjalan dengan sangat baik. Peranan pihak ketiga dalam mempertemukan kedua pihak yang bertikai dan membuat kesepakatan perdamaian dinilai sebagai sebuah langkah yang jitu.
saran
Sebagai
sebuah bentuk gesekan sosial yang tidak mungkin dihindari, konflik hendaknya
disikapi dengan positif, artinya berbagai perbedaan yang terjadi dan muncul
dalam kehidupan bermasayarakat tidak perlu dijadikan ajang perpecahan namun
justru sebaliknya merupakan tali erat dalam mempersatukan bangsa kita.
Daftar
Isi
1.
International Encyclopaedia of The Social Sciences Vol. 3, 2002.
2. Lamria,Maria.2008. Analisa Penyebab Terjadinya Konflik Horizontal Di Kalimantan Barat dalam Jurnal Konflik Kelompok.
3. Rusmin Tumanggor,dkk.2007.Dinamika Konflik Etnis dan Agama Di Lima Wilayah Konflik Di Indonesia.
4. Mulyadi,2002.Konflik Sosial Ditinjau Dari Segi Struktur dan Fungsi.
5. Jurnal Humaniora Volume XIV, No.3/2002 dalam http://jurnalhumaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?id=84
6. Konflik Tarakan,2010 dalam http://senjadbilly.blogspot.com/2010/10/konflik-tarakan.html
2. Lamria,Maria.2008. Analisa Penyebab Terjadinya Konflik Horizontal Di Kalimantan Barat dalam Jurnal Konflik Kelompok.
3. Rusmin Tumanggor,dkk.2007.Dinamika Konflik Etnis dan Agama Di Lima Wilayah Konflik Di Indonesia.
4. Mulyadi,2002.Konflik Sosial Ditinjau Dari Segi Struktur dan Fungsi.
5. Jurnal Humaniora Volume XIV, No.3/2002 dalam http://jurnalhumaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?id=84
6. Konflik Tarakan,2010 dalam http://senjadbilly.blogspot.com/2010/10/konflik-tarakan.html
Win-win
solution secara sederhana dapat diartikan suatu situasi dimana para pihak
(umumnya dua pihak) memperoleh keuntungan dan atau kerugian yang relatif
seimbang saat memutuskan suatu permasalahan yang melibatkan kepentingan para
pihak tersebut.
Dalam situasi
bisnis, politik maupun sosial sering kita dihadapkan pada benturan kepentingan
dengan pihak lain. Situasi ini terkadang sulit diselesaikan bahkan kemudian
tidak jarang yang harus dilanjutkan dalam jalur hukum. Berlarut-larutnya
penyelesaian konflik dan tidak tuntasnya negosiasi sering sekali berpangkal
pada egoisme para pihak sendiri yang hanya melihat kepentingan sendiri dan
mengabaikan kepentingan pihak lain
Alternative Dispute Resolution (ADR),cara ini
dikenal dengan istilah musyawarah untuk mufakat. Merupakan alternatif
penyelesaian konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang berperan di sekitar
mereka. Bisa dari tokoh masyarakat juga dari aparat. Cara ini tidak menjamin
penyelesaian konflik secara tuntas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar