Latar
Belakang
Kautilya
seorang Perdana Menteri di India pernah menulis dalam bukunya yang berjudul
“Arthastra” yang membahas korupsi lebih dari 2000 tahun yang lalu. Kalimatnya
yang sangat terkenal dan cukup banyak dikutip, “Just as it is impossible
not to taste the honey (or the poison) that finds itself at the tip of the
tongue, so it is impossible for a government servant not to eat up, at least, a
bit of the king’s revenue.”
Korupsi diambil
dari bahasa Latin yakni corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis
besar mencakup unsur-unsur perbuatan melawan hokum, penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
dan merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Tindakan
korupsi di Indonesia sudah mulai muncul pada era sebelum Indonesia merdeka.
Tindakan ini tiada hentinya sampai sekarang, dan pada dahulunya korupsi muncul
didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Jika kita melihat sejarah
negara Indonesia dimana pada masa sistem kerajaan, banyak di suatu kerajaan
yang saling merebut kekuasaan di kerajaan itu, salah satunya yaitu di kerajaan
Singosari terjadi perebutan kekuasaan sampai tujuh keturunan saling membalas
dendam berebut kekuasaan hingga terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di
Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia. Pada
masa kolonialisme, Belanda memahami betul akar dari tindakan korupsi yang
tumbuh subur pada bangsa Indonesia, maka melalui politik “Devide et Impera”
mereka dengan mudah menaklukkan Nusantara.
Namun,
bagaimanapun juga sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi
Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan
kekuasaan yang tiada berakhir, serta berintegrasi seperti sekarang. Gelaja
korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan
bangsawan, sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris belum mengenal atau
belum memahaminya. Jika
kita lihat dari sejarahnya sampai keadaan sekarang bahwa tindakan korupsi itu
sudah merupakan tradisi atau budaya bagi warga Indonesia yang diwariskan secara
turun temurun. Korupsi sudah seperti kebiasaan bagi rakyat Indonesia dan sudah
membaur dalam kehidupan sosial masyarakat. Tetapi korupsi ini menjadi lawan
berat bagi masyarakat sendiri hingga sampai saat ini karena berdampak besar
terhadap kehidupan.
Permasalahan
korupsi memang bukan hal yang baru bagi kita sekarang. Banyak cerita sejarah
yang bisa dibaca dan dituliskan bahwa korupsi itu selalu ada dalam setiap
pemerintahan. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia bukanlah hal yang baru. Banyak Team atau Lembaga dibentuk untuk
memberantas korupsi, mulai dari tahun 1957 an sampai masa pemerintahan
SBY-Budiono sekarang ini. Banyak peraturan dilahirkan untuk memberantas
korupsi, tetapi Indonesia tetap tercatat sebagai salah satu Negara yang sangat
korup di dunia. Dalam catatan Transparansi Internasional misalnya, sejak tahun
1998 Indonesia termasuk Negara yang meraih posisi 10 besar Negara terkorup di
dunia. Masalah
korupsi barangkali telah sama sejarahnya dengan sejarah manusia itu sendiri.
Demikian pula perjuangan untuk menentangnya, juga tidak kurang lamanya dalam
sejarah manusia itu. Namun korupsi dalam bentuk dan ruang lingkupnya seperti
sekarang ini, dengan bentuk, rupa, dan cara yang kita hadapi sekarang ini,
mungkin belum pernah ada dalam sejarah umat manusia sebelumnya. Sekarang,
korupsi dapat menjatuhkan sebuah rezim dan bahkan juga dapat menyengsarakan
suatu bangsa.
Alasan
Korupsi Sulit Diberantas
Hampir tidak
akan ada orang yang akan mengatakan setuju terhadap praktek korupsi, karena
sangat bertentangan dengan segala nilai luhur yang dimiliki manusia. Memang,
masih ada orang yang dapat memahami gejala korupsi itu, apabila kita
memandangnya dari segi gaji resmi pegawai negeri yang amat tidak mencukupi,
sehingga mereka menghalalkan cara-cara lain untuk bisa menutup
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Nah mungkin inilah yang menjadi salah satu factor
penyebab korupsi sulit di berantas di Indonesia. Dan factor factor lain
penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya gaji pegawai negeri
dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat.
Penghasilan
seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang
wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya
dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan
tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua
curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
2. Latar belakang kebudayaan atau kultur
Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
Korupsi sudah
membudaya di masyarakat Indonesia, sehingga saat politik membicarakan korupsi
masyarakatpun menjadi acuh tak acuh dalam hal ini.
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol
yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi.
Pengendalian
manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam
sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah
organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai
di dalamnya
4. Sifat Tamak Manusia.
Kemungkinan
orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskinatau penghasilan tak cukup.
Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar
untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang
dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
5. Sistim Akuntabilitas yang Benar di
Instansi yang Kurang
Memadai.
Pada institusi
pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian
pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
Upaya
Pencegahan Korupsi
1. Menanamkan semangat nasional yang
positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
2. Melakukan penerimaan pegawai
berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi
pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
4. Para pegawai selalu diusahakan
kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang
jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
6. Sistem keuangan dikelola oleh para
pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol
yang efisien.
7. Melakukan pencatatan ulang terhadap
kekayaan pejabat yang mencolok.
8. Berusaha melakukan reorganisasi dan
rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jawatan di bawahnya.
Dalam hal
pencegahan ini masyarakat juga harus berperan aktif dalam masalah ini, seperti
melakukan hal hal dibawah ini,
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak
acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap
kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka wawasan seluas-luasnya
pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek
pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan masyarakat luas.
Kesimpulan
Meningkatnya
tindakan korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang
kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,
yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai
dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya
perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value
added bagi perekonomian secara umum. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini
sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi
kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat,
baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi
kualitas semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam
seluruh aspek masyarakat. Dengan melihat maraknya tindak korupsi di Indonesia
perlu bagi kaum muda maupun masyarakat luas menanamkan nilai-nilai anti
korupsi.
Nilai-nilai
anti korupsi yang perlu ditanamkan pada kaum muda meliputi kejujuran,
kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung
prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik, Sehingga
korupsi dapat lebih mudah untuk diberantas, dan kita dapat mempermudah
perwujudtan dari Negara kita Indonesia yang berisikan mensejaterakan masyarakat
luas.
SUMBER: