1.1
Tujuan dan Prinsip Akuntansi
Akuntansi
keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh manajemen selaku pengelola
bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor dan kreditor. Informasi
akuntansi terjadi pada keuangan perusahaan yang memberikan gambaran mengenai
kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya
pada periode tertentu (laba/rugi). Penelitian di USA, Inggris dan NZ (Harahap,
1996) menunjukkan bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi pertama
dalam keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas yang akan diterima dan
dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan
laba, menilai kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan utama perusahaan, dan
yang terakhir memberikan informasi yang aktual dan interpretatif tentang
transaksi dan kejadian lainnya. Untuk mencapai tujuan akuntansi dan laporan
keuangan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara postulat, konsep, prinsip,
dan standar (tekhnik) akuntansi.
2.1
Pengertian Inflasi
Inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinue) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak
lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya,
tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi
dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus
dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua
yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
2.1.1
Penyebab Inflasi
Inflasi
dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya
produksi. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat
adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap
faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini
terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi
desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi
(input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan
ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan
harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS
akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
·
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa
·
Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
·
Kenaikan harga barang impor
·
Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
·
Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di
Indonesia tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
2.1.2
Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua :
a. inflasi yang
berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang
berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
b. inflasi dari luar
negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini
bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya
kenaikan tarif impor barang.
Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga,
inflasi dapat dibedakan menjadi tiga:
a. inflasi
tertutup (Closed Inflation), Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan
dengan satu atau dua barang tertentu.
b.
inflasi terbuka (Open Inflation), kenaikan harga terjadi pada semua barang
secara umum.
c.
inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi), kenaikan
harga dimana setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang
tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot.
Berdasarkan
keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi
ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi
sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi
berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
2.1.3
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat
persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
·
Indeks harga konsumen (IHK)
atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata
dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
·
Indeks harga
produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP
sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan
harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan
harga barang-barang konsumsi.
·
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan
harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
2.1.4
Dampak Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif-
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang
parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Inflasi menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika
tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana
dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang
lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya,kreditur atau
pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi
dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada
kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk
melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun,
bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan
produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa
menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup
mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya
terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
2.2
Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar
akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai
uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang,
hutang atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya
yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada
perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah
mendengar ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami
apresiasi dimana nilai tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang
paling umum nilai tukar atau daya belinya justru menurun (inflasi). Di
Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat
inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsip Stable
Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam kenyataan.
Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi
keuangan.
Permasalahan
diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan
laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang
terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari
permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya kita masih bisa
menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat informasi
atau laporan suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan,
selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi inflasi.
Akuntansi
inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari
inflasi atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga
laporan. keuangan menunjukkan satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku
saat itu bukan lagi harga historis.
2.3
Akuntansi Inflasi
Metode yang digunakan dalam
akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan
laba adalah pada nilai laba yang lebih relevan yang digambarkan oleh laporan
keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan
keuangan.
Metode pengukuran aktiva dan kewajiban dapat dibagi
(Johnson,1977) sebagai berikut.
1.
The entry value system dari harga umum yang terdiri dari:
a.
historikal cost
b.
general price level
c.
replacement cost
d.
reproduction cost
2.
The exit value system harga pasar atau current market value yang
terdiri dari:
a.
net realizable value
b.
selling price
c.
expected value
Dari sudut akuntansi inflasi, di luar historikal cost adalah
metode menyusun laporan keuangan untuk menyesuaikan dengan pengaruh inflasi.
2.3.1
General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya metode historikal
cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi
GPL ini lebih besar daripada nilai historikal cost.
Keuntungan General Price Level Adjustment (GPLA) adalah:
a.
dapat menjelaskan pegaruh inflasi pada perusahaan.
b.
meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode.
c. membantu
pemakai laporan menilai arus kas di masa yang akan datang secara lebih baik.
d.
memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari
angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Kelemahannya
General Price Level Adjustment (GPLA) adalah:
a. inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan
perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan.
b. GPLA tidak bermakna bagi perusahaan.
c. angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas.
d. rasio itu adalah indikator mentah.
2.3.2
Current Cost Accounting
Edgar Edward dan Philip Bell (1961)
merupakan tokoh yang paling gencar mempromosikan konsep CCA ini. menurut mereka
yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan
sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba.
Manajer biasanya menghadapi masalah apakah ingin
mempertahankan suatu aktiva atau utang atau menjual atau membayarnya dan
bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan perusahaan. Untuk menjawab ini
maka Edgar dan Bell mengusulkan perhitungan busines profit. Busines
Profit ini memiliki dua komponen:
a.
Current Operating Profit
b.
Realizable Cost Saving (Holding Gain)
Laba dari Current Operating adalah kelebihan nilai
sekarang dari barang atau jasa yang dijual dengan harga pokoknya. Sedangkan Realizable
Cost Saving adalah kenaikan harga pokok dari suatu aktiva yang masih
dimiliki sekarang (dengan harga sekarang). Ini merupakan laba (atau bisa saja
rugi) yang belum direalisasi dari suatu aktiva yang harganya naik (atau turun)
karena perubahan harga, namun barangnya belum direalisasi atau belum dijual,
maka ini disebut saving yang nantinya akan direalisasi. Sebenarnya hal
ini merupakan opportunity gain atau loss.
Resvine menganggap itu dapat dianggap
sebagai laba karena kenaikan harga itu akan mengakibatkan kas yang akan
digunakan untuk mendapatkannya memang harus seharga itu jika kita ingin
membelinya sekarang. Menurut beliau cash saving ini dapat digolongkan
sebagai laba.
Beberapa
bentuk Current Cost adalah sebagai berikut:
a. Replacement cost
Replacement Cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost)
untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya
yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva
nonmoneter seperti persediaan dan aktiva tetap. Aktiva tetap disajikan menurut
nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai.
Metode ini dikritik dalam hal:
1)
Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul
tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
2) Dalam hal harga suatu aktiva menurun
maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba/rugi (misalnya
penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical
cost, akhinya income akan lebih tinggi dari historical cost.
3)
Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode Replacement Cost ini,
karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya, metode Replacement Cost ini
dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi.
4)
Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.
Walaupun ada kritik ini, sebagian pihak menganggap bahwa metode ini merupakan
metode yang paling mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi, karena meskipun
terjadi inflasi dengan metode ini akan memudahkan dalam hal pengukurannya.
b. Reproduction Cost
Reproduction Cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan Replacement
Cost. Di sini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu
dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat
perubahan teknologi yang mungkin memengaruhi aktiva yang dibuat itu. Jika suatu
aktiva baru direproduksi tanpa menghiraukan perubahan teknologinya nilainya
sama dengan Replacement Cost. Dengan demikian, secara umum apa yang
berlaku pada metode Reproduction Cost ini.
c. Net Realizable Value
Net Realizable Value merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan.
Pada masa inflasi nilai dari net realizable value ini lebih besar dari replacement
cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan
laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung
berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan
dengan pada akhir periode.
d. Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan
sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan
lebih besar daripada net realizable value dan metode lainnya.
e. Expected Value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar
atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini
merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.
2.4
Monetary Non- Monetary Items
Monetary Items adalah aktiva atau keewajiban yang
dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetapmisalnya kas, piutang atau
uang atau kewajiban lainnya yang angk dan jumlah nilai uangnya yang tetap
itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan.
Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah
yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current
value), untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali barangkali
untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan ditagih (expected
value) dimasa yang akan datang. Contoh lainnya: deposito,valuta asing, atau
klaim valuta asing, surat berharga, aktiva yang akan dijual tahun depan, utang
pajak, utang jangka panjang,saham preferen yang tidak konvertible dan tidak
berpartisipasi, wesel, akumulasi penyisihan piutang, piutang pegawai, piutang
jangka panjang, uang muka, dan utang gaji.
Non-Monetary Items adalah nilai dimana jumlah uangnya
tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini
digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Misalnya aktiva
tetap, lahan, bangunan, peralatan, persediaan yang akan dipakai nanti dalam
operasi perusahaan dan akan diganti terus jika perusahaan terus beroperasi.
Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan
harga sekarang. Contoh lainnya adalah biaya dibayar dimuka, investasi dalam
saham, utang pajak tertunda, akumulasi penyusutan, goodwill, hak paten,
aktiva tak berwujud lain, dan kontrak penjualan.
2.5
Model Akuntansi
Ada tiga model akuntansi yang berbeda yaitu:
1.
Historical Cost Accounting
2.
Replacement Cost Accounting
3. Net
Realizable Value Accounting
Namun, sebenarnya ada delapan model akuntansi dalam
penilaian aktiva dan penentuan laba itu, yaitu sebagai berikut.
1. Pengukuran menurut Unit Uang:
a. Historical Cost Accounting
b. Replacement Cost Accounting
c. Net RealizableValue Accounting
d. Present Value Accounting
2. Pengukuran menurut Unit Tenaga Beli (General
Price Level = GPL)
a. GPL Historical Cost Accounting
b. GPL Replacement Cost Accounting
c. GPL Net RealizableValue Accounting
d. GPL Present Value Accounting
2.5.1
Atribut yang Akan Dinilai
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.
Dalam model Historical Cost Accounting, atribut yang dinilai adalah
jumlah uang/kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkanaktiva atau
membayar sejumlah utang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan
aktiva itu.
b.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah
uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama
dan sejenis saat sekarng atau jumlah utang yang akan dibebankan untuk
memperoleh aktiva tersebut.
c.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas
atau sejenisnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah
uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
d.
Dalam model Present atau Capitalized Value, atribut yang
diinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari
penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk
membayar kembali utang.
Atribut
itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut.
a.
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (Historical Cost), masa kini (Replacement
Cost dan Net Realizable Value), dan masa yang akan datang (Present Value).
b.
Jenis transaksi: Historical Cost dan Replacement Cost merupakan
transaksi perolehan atau pembebanan utang, Net Realizable Value dan Present
Value menyangkut penjualan aset dan pembayaran utang.
c.
Sifat kejadian awalnya: Historical Cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya,
Present Value berdasarkan kejadian yang dinharapkan, dan Replacement
Cost dan Net Realizable Value didasarkan pada kejadian yang sifatnya
hipotesis (anggapan).
2.5.2
Unit of Measure
Ada
dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut.
a.
Unit moneter (uang)
Dalam model ini yang menjadi unit
pengukur adalah unit uang.
b.
Unit daya beli (Purchasing Power)
Dalam
model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda
apabila waktunya berbeda.
2.6
Penilaian dan Perbandingan
Terhadap Model
Akuntansi
Dalam menilai dan membandingkan model
penilaian akuntansi tersebut, model present value sengaja tidak diikutkan
karena beberapa kelemahan sebagai berikut :
1. Sukarnya menaksir penerimaan kas dimasa
akan datang
2. Pemilihan tingkat diskontoo yang
sangat bervariasi
3. Alokasi arbitrer dari taksiran arus kas
dalam memilih asset
4. Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas
dari masing-masing aktiva ssecara individual
Dalam memilih dan membandingkan model-model ini maka yang
menjadi dasar penilaian adalah :
1. Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu
(timming error)
Timming error timbul akibat perubahan nilai yang
terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi dicatat,diperhitungkan dan
dilaporkan pada periode lain. Yang sebaiknya adalah bahwa setiap kejadian dalam
periode itu dicatat dan dilaporkan pada periode itu. Namun, yang lebih ideal
lagi adalah bahwa perhitungan laba dilakukan dalam keseluruhan proses kegiaatan
perusahaan.
2. Kesalahan akibat alat ukur (measuring
unit errors)
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laopran
keuangan tidak disajikan dengan menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli
dari mata uang tersebut. Idelanya tenaga beli uang harus iktu menjadi bahan
pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan
3. Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)
Laporan keuangan harus dapat dipahami tanpa salah
pengertian. Dalam penafsiran laporan keuangan kita harus memahami masalah
pengertian dan penggunaannya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansinya
dapat dipahami maka kita harus menggunakan rumus ;
“jika………, maka…………….” atau (if……, them)
Dengan rumus ini maka para pembaca laporan keuangan akan
memahami arti serta kegunaannya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan
ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit uang sebagai
alat ukur berarti hasilnya ada;ah bahwa itu dinyatakan dalam rupiah (Number
of Dollar = NOD). Demikian juga gunakan konsep historical Cost dengan
(Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep current value yang
diukur dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of
Goods (COG).
4. Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus
bermanfaat bagi para pemakianya khususnya untuk digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang
masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sukar bagi pembaca menjadikan
informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi mendalam.
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa pada masa inflasi, laporan keuangan GPLA lebih informatif dibanding
historical cost, namun material atau tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA
tergantung pengaruhnya terhadap perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan
dimaksudkan untuk mengganti laporan keuangan historical cost, tetapi hanya
sebagai supplement report untuk digunakan sebagai informasi tambahan dalam
pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi laporan
keuangan sehingga tujuan dari pelaporan akuntansi terpenuhi. Hal ini didasari
oleh pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia bahwa informasi
tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat
tidak mengikat.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Sari, Dian Inda (2006), Akuntansi Inflasi Dalam Menilai
Relevansi Laporan Keuangan Suatu Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 8 No. 2, p. 78-91, http://4putciput.weebly.com/uploads/1/3/5/5/1355290/akuntansi_inflasi_dalam_menilai_relevasi_laporan_keuangan_suatu_perusahaan.pdf
https://diantrilestari.wordpress.com/2010/05/25/akuntansi-inflasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar